Seleksi petenis junior berbakat dalam program Prima Pratama
yang berlangsung sejak Senin (12/3) sudah lama usai. Namun bukan berarti
seleksi itu tidak meninggalkan masalah. Justru turnamen itu menyimpan api dalam
sekam yang siap meledak. Pasalnya seleksi itu dan sama dengan seleksi-seleksi
lainnya yang digelar PP Pelti selalu menimbulkan kecemburuan sosial dan
tindakan pilih kasih.
Bukan
karena seleknas yang seharusnya terbuka untuk umum agar terlihat dengan
gamblang oleh masyarakat tenis di Tanah Air itu dilaksanakan secara diam-diam
dan tertutup di rumah kediaman Ketua Umum PP Pelti Martina Wijaya. Namun
seleksi itu tidak pernah diinformasikan secara terbuka kepada umum. Sepertinya
panitia menyimpan sesuatu yang tidak ingin diketahui oleh masyarakat.
Pelaksanaan
seleksi untuk memilih pemain yang berhak masuk program Prima Pratama tahu-tahu
sudah diadakan saja. Tidak pernah ada usaha dari PP Pelti mengumumkan kepada
masyarakat. Semua dilangsungkan serba tertutup. Termasuk kriteria pemain yang
berhak ikut seleksi.
Padahal
seleksi itu untuk Prima Pramata. Program yang dilaksanakan dengan menggunakan
uang negara. Adakah dengan ketertutupan itu panitia juga ingin mempermainkan
kriteria dan kemudian dana yang dipergunakan. Seharusnya program dengan uang
negara dilaksanakan secara terbuka dan pertanggungjawabannya diumumkan kepada
masyarakat. Jangan sampai ada kecurigaan adanya penyalahgunaan apalagi korupsi.
Ketertutupan
PP Pelti mencuatkan kecemburuan sosial dan pilih kasih. Hal ini terungkap dari
pertanyaan seorang pecinta tenis kepada Bete KITA.
"Baru-baru
ini kan ada seleksi prima pratama di kediaman ketua umum pp pelti Ibu Martina
Wijaya. Untuk seleksi yangg di undang itu bukan berdasarkan urutan rangking.
Saya heran ya kenapa bisa begitu? Padahal rangking didapat dari poin, dan poin
didapat dari hasil turnamen. Sungguh tidak adil kenapa yang jarang ikut
turnamen di undang seleksi yang rajin ikut turnamen dan juara tidak?"
Pembaca
setia BeTe KITA itu melanjutkan dengan suara agak tinggi. "
Apa yang jadi penyebabnya? Apakah cara pendekatan pada
panitianya atau gimana ini? Kan mesti sportif?"
Ketika
disarankan agar sabar, nanti pasti yang buruk akan ketahuan, malu dan hancur,
dia malah makin kencang. "Sabar bagaimana? Sekarang saya dengar lagi ada
suap di pertandingan tenis yang diadakan Pelti? Ini kasus apa lagi. Kenapa
makin rusak saja tenis kita ini. Wah saya heran juga mikirinya jadi ada semacam
kecemburuan sosial atau pilih kasih ckckckckck sampai kapan pengurus-pengurus
olahraga di indonesia ini jujur dan adil? Bagaimana mau mau maju olah raga di
Indonesia ini?. Pantas prestasi tenis kita makin menurun saja."
BeTe KITA
jadi terperangah juga mendengar suara pembaca setia itu yang menelpon agak
lama. Seperti curhat tentang tenis Indonesia. "Bukan saya saja yang
merasakan kondisi aneh dan tidak adil ini. Masih banyak, nanti saya kasi tahu
mereka agar nelpon atau kirim email ke Bete KITA. Tapi tolong ungkap ya seperti
tulisan suap itu lho..." tegasnya beremangat. "Siap, siap... BeTe
KITA akan bantu menginformasikan."
Benar saja.
Kesokan harinya ada email yang masuk ke: betekita@yahoo.com. "Wah begitu
toh kejadiannya. Parah sekali. Dari dulu seleknas selalu mengundang tanda
tanya. Waktu ini Tami Grande yang peringkat nasional dan ITFnya tinggi harus
ikut seleksi. Sedangkan yang baru peringkat 400-an ITF malah bebas seleksi.
Memang aneh. Harus dibongkar hal ini."
Membaca
hal itu, perasaan BeTe KITA jadi agak terpukul. Kenapa hal-hal berbau pilih
kasih ini harus terjadi dalam seleksi untuk memilih pemain yang terbaik? Kalau
begini seleksi justru menjadi ajang pembinasaan pemain.
Apalagi
kemudian ada email lainnya yang mengungkapkan bahwa seleknas hanya untuk
anak-anak orang kaya saja. Jelas ini berbahaya karena menyentuh perbedaan
sosial. Kecemburuan sosial sudah muncul di pertenisan Indonesia. PP Pelti harus
mewaspadai dan menangkap hal ini untuk melakukan perbaikan-perbaikan. Jika
tidak maka akan menjadi kehancuran bagi pertenisan Indonesia.
“Aduhhh
payah orang yang deket dengan mereka juga pasti enak. Sedangkan yang jauh dan
tidak mengenal mereka ya terima nasib. Toh mereka orang kaya kenal yang kaya.
Mereka tidak mau melihat anak-anak saya. Namun saya nggak mau menyerah. Akan saya buktikan kelak anak-anak saya lebih
baik dari pada yang didukung dan dapat pembinaan.”
Meskipun
demikian, dia meminta agar BeTe KITA memberitakan masalah ini. Soalnya Seleknas
Prima Pratama itu menyangkut penggunaan uang negara. Jangan sampai
diselewengkan hanya untuk kepentingan kelompok tertentu saja. Uang negara harus
untuk seluruh anak bangsa yang terbaik.
“Ini
masalah dana Prima Pratama Pak. Jadi diungkap saja. Banyak ketidak beresan.
Saya takut penggunaan uang negaranya
salah sasaran. Masa pemain yang peringkat atas tidak diundang Seleknas
sedangkan yang rangking 15 dan jarang tanding justru di undang seleksi. Kalo
dibiarkan makin kacau. Tolong Pak dilaporkan ke KONI Pusat biar Pak Tono
(Suratman) tahu ketidak beresan ini. KONI Pusat dan Satlak Prima Pratama jangan
hanya terima ABS saja dong. Selamatkan tenis Indonesia. Hidup BeTe KITA. Trims
ya.......dan mohon rahasiakan identitas
saya.”
Waduh
kenapa parah begini? Pantas saja produk Seleknas hanya menghasilkan
pemain-pemain tidak tahan banting. Ternyata banyak ketidak beresan dan ada
unsur pilih kasih. Pemain karbitan pasti tidak akan tahan lama. ***
thanks infonya............
BalasHapussport seharusnya menjunjung sportifitas yg tinggi. padahal jelas bisa diketahui di lapangan bukan seperti ajang idol2-an yang hanya modal sms bisa juara. sport apalagi tennis tentu beda.............