Tampil di BeTe KiTa, Dijamin Tidak bete Lagi!

Mau tampil di BeTe KiTa? Gampang.....! Tinggal kirim data informasi dan foto (bila ada) ke e-mail: betekita@yahoo.com. Tampil di BeTe KiTa dijamin bakalan tidak bete lagi. Coba aja.... deh.

Sudah ada tiga orang yang mendaftar menjadi calon Ketua Umum PP Pelti 2012 - 2017. Menurut Anda siapa yang pantas memimpin Pelti.

Kepengurusan PP Pelti 2007-2012 segera berakhir. Bagaimana menurut Anda tenis Indonesia selama 10 tahun ini?

Minggu, 01 April 2012

Seleksi Prima Pratama Mencuatkan Kecemburuan Sosial dan Pilih Kasih

Seleksi petenis junior berbakat dalam program Prima Pratama yang berlangsung sejak Senin (12/3) sudah lama usai. Namun bukan berarti seleksi itu tidak meninggalkan masalah. Justru turnamen itu menyimpan api dalam sekam yang siap meledak. Pasalnya seleksi itu dan sama dengan seleksi-seleksi lainnya yang digelar PP Pelti selalu menimbulkan kecemburuan sosial dan tindakan pilih kasih.

            Bukan karena seleknas yang seharusnya terbuka untuk umum agar terlihat dengan gamblang oleh masyarakat tenis di Tanah Air itu dilaksanakan secara diam-diam dan tertutup di rumah kediaman Ketua Umum PP Pelti Martina Wijaya. Namun seleksi itu tidak pernah diinformasikan secara terbuka kepada umum. Sepertinya panitia menyimpan sesuatu yang tidak ingin diketahui oleh masyarakat.
            Pelaksanaan seleksi untuk memilih pemain yang berhak masuk program Prima Pratama tahu-tahu sudah diadakan saja. Tidak pernah ada usaha dari PP Pelti mengumumkan kepada masyarakat. Semua dilangsungkan serba tertutup. Termasuk kriteria pemain yang berhak ikut seleksi.
            Padahal seleksi itu untuk Prima Pramata. Program yang dilaksanakan dengan menggunakan uang negara. Adakah dengan ketertutupan itu panitia juga ingin mempermainkan kriteria dan kemudian dana yang dipergunakan. Seharusnya program dengan uang negara dilaksanakan secara terbuka dan pertanggungjawabannya diumumkan kepada masyarakat. Jangan sampai ada kecurigaan adanya penyalahgunaan apalagi korupsi.
            Ketertutupan PP Pelti mencuatkan kecemburuan sosial dan pilih kasih. Hal ini terungkap dari pertanyaan seorang pecinta tenis kepada Bete KITA.
            "Baru-baru ini kan ada seleksi prima pratama di kediaman ketua umum pp pelti Ibu Martina Wijaya. Untuk seleksi yangg di undang itu bukan berdasarkan urutan rangking. Saya heran ya kenapa bisa begitu? Padahal rangking didapat dari poin, dan poin didapat dari hasil turnamen. Sungguh tidak adil kenapa yang jarang ikut turnamen di undang seleksi yang rajin ikut turnamen dan juara tidak?"
            Pembaca setia BeTe KITA itu melanjutkan dengan suara agak tinggi. "
 Apa yang  jadi penyebabnya? Apakah cara pendekatan pada panitianya atau gimana ini? Kan mesti sportif?"
            Ketika disarankan agar sabar, nanti pasti yang buruk akan ketahuan, malu dan hancur, dia malah makin kencang. "Sabar bagaimana? Sekarang saya dengar lagi ada suap di pertandingan tenis yang diadakan Pelti? Ini kasus apa lagi. Kenapa makin rusak saja tenis kita ini. Wah saya heran juga mikirinya jadi ada semacam kecemburuan sosial atau pilih kasih ckckckckck sampai kapan pengurus-pengurus olahraga di indonesia ini jujur dan adil? Bagaimana mau mau maju olah raga di Indonesia ini?. Pantas prestasi tenis kita makin menurun saja."
            BeTe KITA jadi terperangah juga mendengar suara pembaca setia itu yang menelpon agak lama. Seperti curhat tentang tenis Indonesia. "Bukan saya saja yang merasakan kondisi aneh dan tidak adil ini. Masih banyak, nanti saya kasi tahu mereka agar nelpon atau kirim email ke Bete KITA. Tapi tolong ungkap ya seperti tulisan suap itu lho..." tegasnya beremangat. "Siap, siap... BeTe KITA akan bantu menginformasikan."
            Benar saja. Kesokan harinya ada email yang masuk ke: betekita@yahoo.com. "Wah begitu toh kejadiannya. Parah sekali. Dari dulu seleknas selalu mengundang tanda tanya. Waktu ini Tami Grande yang peringkat nasional dan ITFnya tinggi harus ikut seleksi. Sedangkan yang baru peringkat 400-an ITF malah bebas seleksi. Memang aneh. Harus dibongkar hal ini."
            Membaca hal itu, perasaan BeTe KITA jadi agak terpukul. Kenapa hal-hal berbau pilih kasih ini harus terjadi dalam seleksi untuk memilih pemain yang terbaik? Kalau begini seleksi justru menjadi ajang pembinasaan pemain.
            Apalagi kemudian ada email lainnya yang mengungkapkan bahwa seleknas hanya untuk anak-anak orang kaya saja. Jelas ini berbahaya karena menyentuh perbedaan sosial. Kecemburuan sosial sudah muncul di pertenisan Indonesia. PP Pelti harus mewaspadai dan menangkap hal ini untuk melakukan perbaikan-perbaikan. Jika tidak maka akan menjadi kehancuran bagi pertenisan Indonesia. 
            “Aduhhh payah orang yang deket dengan mereka juga pasti enak. Sedangkan yang jauh dan tidak mengenal mereka ya terima nasib. Toh mereka orang kaya kenal yang kaya. Mereka tidak mau melihat  anak-anak  saya. Namun saya  nggak mau menyerah.  Akan saya buktikan kelak anak-anak saya lebih baik dari pada yang didukung dan dapat pembinaan.” 
            Meskipun demikian, dia meminta agar BeTe KITA memberitakan masalah ini. Soalnya Seleknas Prima Pratama itu menyangkut penggunaan uang negara. Jangan sampai diselewengkan hanya untuk kepentingan kelompok tertentu saja. Uang negara harus untuk seluruh anak bangsa yang terbaik.
            “Ini masalah dana Prima Pratama Pak. Jadi diungkap saja. Banyak ketidak beresan. Saya takut penggunaan  uang negaranya salah sasaran. Masa pemain yang peringkat atas tidak diundang Seleknas sedangkan yang rangking 15 dan jarang tanding justru di undang seleksi. Kalo dibiarkan makin kacau. Tolong Pak dilaporkan ke KONI Pusat biar Pak Tono (Suratman) tahu ketidak beresan ini. KONI Pusat dan Satlak Prima Pratama jangan hanya terima ABS saja dong. Selamatkan tenis Indonesia. Hidup BeTe KITA. Trims ya.......dan  mohon rahasiakan identitas saya.”
            Waduh kenapa parah begini? Pantas saja produk Seleknas hanya menghasilkan pemain-pemain tidak tahan banting. Ternyata banyak ketidak beresan dan ada unsur pilih kasih. Pemain karbitan pasti tidak akan tahan lama. ***

1 komentar:

  1. thanks infonya............

    sport seharusnya menjunjung sportifitas yg tinggi. padahal jelas bisa diketahui di lapangan bukan seperti ajang idol2-an yang hanya modal sms bisa juara. sport apalagi tennis tentu beda.............

    BalasHapus