Jessy Rompies bertemu Lavinia Tananta pada final Sirkit Tenis Nasional di Jakarta, Minggu (11/3/2012). Final yang wajar karena Jessy unggulan utama dan Lavinia unggulan dua. Kemudian keduanya merupakan dua dari tiga petenis Indonesia yang memeliki peringkat dunia terbaik saat ini. Yang membuat final itu tidak wajar tentu, kenapa mereka yang menempati peringkat 500 dunia masih berkutat di turnamen nasional yang hadiahnya hanya Rp 60 juta.
Jessy kini berada di peringkat 447 dunia. Sedangkan Lavinia posisi 476 dunia. Mereka hanya kalah posisi dari Ayu Fani Damayanti yang menempati peringkat 219 dunia.
Melihat kedudukkan mereka di peringkat dunia, seharusnya PP Pelti lebih memacu Jessy dan Lavinia terjun di turnamen internasional untuk meningkatkan peringkat masing-masing. Setidaknya mereka bisa mendekati Ayu. Atau malah harus lebih baik lagi karena sejak PP Pelti dimpimpin Martina Wijaya tidak ada lagi pemain putri Indonesia yang masuk jajaran 100 besar dunia. Apalagi menyamai prestasi petenis putri paling top Indonesia di era tenis profesional Yayuk Basuki yang mampu masuk 19 besar dunia.
Dengan berkutatnya Jessy dan Lavinia serta tidak jelasnya aktivitas Ayu saat ini tampak jelas PP Pelti tidak mempunyai program untuk menggenjot peringkat dunia mereka. Atau malah PP Pelti seperti membiarkan mereka berjalan tanpa arah jelas. Padahal ketiga pemain itu merupakan anggota tim nasional SEA Games dan Fed Cup.
Setidaknya mereka masih bisa menjadi andalan Indonesia beberapa tahun ke depan. Terutama yang paling penting tentunya mengangkat kembali posisi Indonesia di ajang Fed Cup yang di tahun terakhir kepengurusan Martina di PP Pelti justru terjembab ke jurang paling dalam, grup II Zona Asia-Oceania.
PP Pelti seperti kebingungan dalam menciptakan iklim yang mampu memacu pemain untuk aktif mengikuti turnamen internasional. Tidak seperti di era Ketua Umum Moerdiono, Cosmas Batubara dan Sarwono Kusumaatmadja yang sukses memacu pemain-pemain terutama petenis putri aktif memburu peringkat dunia. Terlepas siapa yang melakukan dan mensponsori atau melatih. Yang jelas di era itu ada iklim semangat mengejar peringkat dunia setinggi-tingginya.
Kini semua pemain seperti tidak bergairah bersaing meningkatkan peringkat dunua. Justru mereka lebih suka bersaing di turnamen dalam negeri yang menyediakan hadiah uang. Kondisi justru dibiarkan atau malah dirangsang oleh PP Pelti sendiri dengan menciptakan turnamen sirkit nasional berhadiah uang lebih banyak. Jadi pantaslah pemain kita lebih banyak terkungkung di turnamen dalam negeri.
PP Pelti sebagai induk saja lebih suka menciptakan turnamen tingkat lokal bagaimana pemain sebagai anak-anaknya akan terpacu mengikuti turnamen internasional. PP Pelti tampaknya frustrasi sendiri karena tidak mampu membuat program yang bisa merangsang pemain tampil memburu peringkat dunia. Cermin kegagalan itu terbukti lagi karena ternyata Jessy yang peringkatnya sudah masuk 500 besar dunia justru kini memilih untuk menekuni kuliah di Amerika Serikat. Mau kemana dan dibawa kemana tenis Indonesia? (BT-1)
Tampil di BeTe KiTa, Dijamin Tidak bete Lagi!
Mau tampil di BeTe KiTa? Gampang.....! Tinggal kirim data informasi dan foto (bila ada) ke e-mail: betekita@yahoo.com. Tampil di BeTe KiTa dijamin bakalan tidak bete lagi. Coba aja.... deh.
Sudah ada tiga orang yang mendaftar menjadi calon Ketua Umum PP Pelti 2012 - 2017. Menurut Anda siapa yang pantas memimpin Pelti.
Kepengurusan PP Pelti 2007-2012 segera berakhir. Bagaimana menurut Anda tenis Indonesia selama 10 tahun ini?
Langganan:
Posting Komentar (Atom)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar